Oleh :
Hasby Marwahid
Ilmu
pengetahuan semakin berkembang pesat, apalagi di abad yang serba modern ini.
Teknologi ciptaan manusia mengalami kemajuan yang cukup significan dalam segala
aspek dan mengisi peradaban manusia, tentu dengan segala dampaknya. Manusia
semakin cerdas dan kritis dalam membangun peradaban ini. Dari zaman ke zaman,
abad ke abad, silih berganti, dari barat ke timur dan sekarang ke barat lagi
(Yunani-Romawi masa klasik, Islam dengan Dinasti-dinastinya dan sekarang Eropa
dengan peradabannya).
Tidak bisa
kita pungkiri dampak dari hal ini adalah tulisan. Ilmu pengetahuan lahir karena
tulisan. Kecerdasan memang ada pada otak, karena manusia diberi akal oleh
Allah, akan tetapi jika pemikiran brilian tersebut tidak dituangkan dalam
tulisan hal ini akan menjadi absurd. Cobalah kita membayangkan dunia tidak ada
tulisan/buku? Karena dalam sejarah tingkat mengenal tulisan tersebut menjadi
tolak ukur maju atau tidaknya sebuah peradaban, tentu dalam arti secara global.
Tradisi
menulis yang dipunyai oleh orang-orang barat dan timur berdampak pada kemajuan
intelektual sekarang ini. Mari kita coba menengok masa silam di mana para
ilmuan Islam menuangkan gagasan-gagasan mereka dalam sebuah tulisan. Masa
Dinasti Abbasiah mengalami puncak kejayaan di bawah pemerintahan Harun
Al-Rasyid (786-809 M). Pada masa ini kesejahteraan social, kesehatan, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan berada pada zaman keemasan karena ketika itu Baghdad menjadi
salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia..
Zaman ini
melahirkan ilmuan terkemuka seperti Al Kindi, Ibn Sina, Al Farabi dan lainnya
dengan berbagai karyanya dalam bidang filsafat, kedokteran dan masih banyak
lagi. Selanjutnya pada masa Bani Ummayah di Cordova (Spanyol) muncul Abu Bakr
ibn Thufail, Ibn Rusyd. Proses penterjemahan karya-karya dari masa Klasik
(Yunani-Romawi) dan karya-karya lainnya yang
kemudian dikembangkan lagi. Apalagi setelah tahun 300 H ditemukan kertas
membuat pengembangan ilmu pengetahuan semakin meluas. Dengan demikian peradaban
Islam pada waktu itu mencapai puncak kejayaan.
Terlepas
dari masa di mana kejayaan Islam mari kita melihat masa sekarang untuk
menerawang masa yang akan datang. Menulis merupakan sebuah kewajiban yang
harusnya dimiliki oleh umat Islam. Ali bin Abi Thalib pernah berkata, "Ilmu
itu seperti hewan buruan, maka ikatlah ia (dengan menuliskannya)." Dalam
Q.S Surat al-’Alaq ayat 1 sampai 5 sebagai
wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad berisi penegasan tentang
keutamaan membaca (iqra’) dan menulis (allama bi al-qalam).
Menulis berarti menyampaikan
apa yang kita baca, entah itu setelah membaca buku maupun apa yang terdapat
dalam pikiran kita. Dengan menulis kita dapat menyebarkan kebenaran,
menyebarkan ide dan pemikiran, melontarkan gagasan, menyampaikan kritikan atau
hanya sekedar memberi tanggapan. Sebaliknya, dengan tulisan seseorang bisa juga
menyebarkan kebatilan, merusak moral, mem-provokasi, menghina, menghasut,
memfitnah, dan berbagai propaganda yang akan membawa kepada kehancuran lainnya.
Dengan tulisan juga, seseorang bisa mencoba merancang dan merumuskan bentuk
peradaban dan masa depan impian atau kehidupan ideal yang masih dalam
angan-angan.
Sesungguhnya mata rantai dari
cara mengadabkan manusia dan kehidupan dimulai dari membaca. Ilmu dimulai
dengan mengenal kata, kata menjelaskan benda, menjelaskan keadaan, menjelaskan
maksud, ide, kata dapat menyusun pengetahuan menjadi ilmu. Ketika Allah SWT
mengajarkan kepada Nabi Adam kata, yaitu nama-nama benda, pada saat itulah
proses kata menjadi ilmu berlangsung. Semakin lama akal dimanfaatkan untuk
memaknakan sesuatu maka makin hebat “kapasitas akal menjadi bertambah”.
Bertambahnya kapasitas akal manusia itu berjalan seiring dengan majunya
peradaban manusia.
Proses membaca dan menulis
merupakan hal yang sangat penting untuk merangsang kapasitas akal manusia untuk
terus menerus melakukan kegiatan yang dinamakan “berfikir”. Akan tetapi mata
rantai tersebut tidak hanya membaca, menulis, berfikir saja. Masih ada satu
lagi yaitu bertindak dan didukung dengan hati nurani. Pada masa ini, banyak
manusia yang pintar, cerdas tapi tidak pada tempatnya. Perbuatan kejahatan
seperti korupsi kolusi nepotisme (KKN), pembunuhan, ketidakadilan, penindasan
dan lain sebagainya semakin marak terjadi. Mereka bertindak tanpa didukung
dengan hati nurani, maka yang terjadi adalah kerusakan dalam segala hal.
Maka dari itu perbuatan
mengadabkan dan membangun masa depan seperti yang kita dambakan harus dimulai
dari diri kita sendiri. Proses membaca (reading habbit), menulis (writing
habbit), berfikir dan disertai dengan bertindak harus kita mulai. Demi
merebut kembali masa kejayaan Islam yang sekarang tinggal cerita. Pelajari
sejarah dimana kita dulu pernah berada di puncak, kemudian diperjuangkan
kembali. Bukan hanya dijadikan bahan bacaan yang makin lama makin usang terus
kemudian didongengkan kesana-kemari. Oleh sebab itu dengan pena dan tulisan
kita coba untuk menghadang dan melawan pembiadaban kehidupan dunia ini.
Ketajaman pena itu lebih dahsyat dari ujung senapan, lebih tajam dari pedang,
dan mampu menggerakkan manusia dengan karya dan idenya.
Nuun. Walqolami Wamma
Yasthuruun
Munggur, 11 Oktober 2011
3:50 A.M
Referensi ;
Ahmad Azhar Basyir, Citra
Masyarakat Muslim, BPFE UII: Yogyakarta, 1984.
Ajad Sudrajad, Filsafat
Sejarah II, Diktat Kuliah, 2009.
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2003.
Ziauddin Sardar, Kembali
ke Masa Depan, Syariat Sebagai Metodologi Pemecahan Masalah. (Terj: Helmy
Mustofa dkk), Jakarta: Serambi, 2005.
0 komentar:
Posting Komentar